Jangan Biarkan Kifosis Menghambat Aktivitas di Usia Tua

Seiring bertambahnya usia, tubuh mengalami berbagai perubahan, salah satunya pada postur tubuh. Mungkin kita sering melihat kakek ataupun nenek yang memiliki postur bungkuk hingga pergerakannya terbatas. Namun, apakah kifosis memang bagian alami dari penuaan, atau justru bisa dicegah agar lansia tetap aktif?

Lansia termasuk kelompok usia yang memiliki risiko tertinggi mengalami gangguan postur tubuh (Rudy & Setyanto, 2019). Salah satu kondisi yang sering terjadi adalah kifosis, yaitu kelainan tulang belakang manusia yang menyebabkan punggung bungkuk atau melengkung ke belakang. Normalnya, tulang belakang memiliki kelengkungan fisiologis, tetapi jika sudut kelengkungan lebih dari 50 derajat (sudut Cobb), kondisi tersebut dikategorikan sebagai kifosis patologis. Kifosis dapat berkembang dengan tingkat keparahan yang bervariasi, mulai dari kondisi ringan yang hanya berdampak pada tampilan postur tubuh hingga kondisi yang lebih serius, seperti nyeri kronis dan gangguan pernapasan.

Salah satu tanda khas kifosis adalah meningkatnya kelengkungan pada tulang belakang bagian atas, yang membuat postur tubuh tampak membungkuk. Selain itu, penderita sering merasakan nyeri pada punggung yang bertambah parah setelah berdiri atau duduk dalam waktu lama. Mereka juga cenderung memiliki posisi kepala yang lebih condong ke depan, sehingga memberikan tekanan berlebih pada area leher dan bahu. Perubahan ini juga menyebabkan ketinggian bahu yang tidak sejajar dan meningkatkan rasa lelah setelah beraktivitas.

Kifosis pada lansia merupakan kondisi yang disebabkan oleh berbagai faktor terkait dengan degenerasi muskuloskeletal akibat penuaan. Sebuah penelitian di Amerika mengungkapkan bahwa kifosis dialami oleh sekitar 20-40% lansia, baik pria maupun wanita. Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, prevalensi kifosis pada individu berusia di atas 65 tahun adalah 58,5% pada pria dan 38,2% pada wanita (Henok & Andualem, 2017).  Degenerasi diskus intervertebralis menyebabkan peningkatan kelengkungan tulang belakang toraks, yang diperburuk oleh penurunan kekuatan otot ekstensor punggung. Akibatnya, tubuh cenderung condong ke depan, sehingga keseimbangan terganggu dan risiko jatuh semakin tinggi (Sabakodi et al., 2022). 

Selain itu, patah tulang vertebra akibat osteoporosis juga menjadi faktor yang memperburuk kifosis pada lansia, terutama pada wanita pasca menopause (Prastiwi et al., 2020). Osteoporosis pada lansia membuat kepadatan tulang berkurang, sehingga tulang belakang, terutama di bagian torakal, lebih rentan mengalami fraktur kompresi. Fraktur kompresi ini terjadi ketika tulang belakang tertekan berlebihan, yang bisa membuatnya menyusut. Akibatnya, tulang belakang semakin membungkuk ke depan, memperburuk kondisi kifosis. Data dari Kementerian Kesehatan RI (2023) menunjukkan bahwa prevalensi osteoporosis pada perempuan usia 50–70 tahun mencapai 23%, dan meningkat menjadi 53% pada usia di atas 70 tahun, yang turut berkontribusi terhadap peningkatan kasus kifosis.

Untuk mencegah dampak negatif kifosis pada lansia, diperlukan upaya yang berkelanjutan sejak dini. Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan:

  1. Menjaga kebugaran fisik
  • Melakukan aktivitas rutin seperti berjalan, senam lansia, dan latihan keseimbangan.
  1. Mempertahankan postur tubuh yang baik (Prastiwi et al., 2020)
  • Menghindari kebiasaan membungkuk.
  • Memperhatikan postur saat mengangkat beban berat, terutama bagi pekerja yang sering melakukannya.
  1. Menerapkan pola hidup sehat
  • Mengatur pola makan yang seimbang.
  • Tidur yang berkualitas untuk menjaga kesehatan tulang dan otot.
  • Menghindari stres berlebihan guna memperlambat proses degenerasi muskuloskeletal.
  1. Pemeriksaan kesehatan secara rutin (Prastiwi et al., 2020)
  • Melakukan deteksi dini perubahan postur tubuh di fasilitas pelayanan kesehatan seperti posyandu lansia.
  • Mengambil langkah pencegahan yang sesuai jika ditemukan tanda-tanda awal kifosis.
  1. Edukasi bagi lansia dan keluarga
  • Memberikan pemahaman tentang pentingnya menjaga kesehatan tulang dan postur tubuh.
  • Mendorong kebiasaan yang mendukung kesehatan muskuloskeletal dalam keluarga.
  1. Dukungan sosial dan lingkungan yang aman
  • Menggunakan peralatan ergonomis yang mendukung postur tubuh yang baik.
  • Menyediakan fasilitas umum yang ramah lansia untuk mengurangi risiko cedera dan memperburuk kifosis.

Untuk menangani kifosis pada lansia, berbagai metode dapat diterapkan, seperti latihan korektif dan fisioterapi yang bertujuan memperkuat otot punggung dan memperbaiki postur tubuh. Studi menunjukkan bahwa latihan seperti pilates atau yoga yang berkaitan dengan latihan stabilitas inti dapat membantu menurunkan tingkat kifosis toraks serta meningkatkan keseimbangan tubuh  (Prastiwi et al., 2020). Selain itu, penggunaan alat bantu seperti brace atau orthosis punggung dapat membantu menopang tulang belakang dan mengurangi beban tubuh yang berlebih. Mengelola osteoporosis dengan asupan kalsium dan vitamin D yang cukup serta terapi medis juga penting untuk mencegah patah tulang vertebra yang dapat memperburuk kifosis (Sabakodi et al., 2022).

Dalam kasus kifosis pada lansia, kondisi yang sering ditandai dengan kelainan postur tubuh berupa punggung bungkuk, fisioterapis memiliki peran penting dalam memberikan intervensi untuk mengurangi dampak fisik dan meningkatkan kualitas hidup. Dengan pendekatan yang tepat, fisioterapis dapat membantu lansia untuk memperbaiki postur tubuh, mengurangi rasa nyeri, serta meningkatkan fleksibilitas dan kekuatan otot punggung. Beberapa intervensi yang dapat dilakukan antara lain (Sabakodi et al., 2022):

  1. Latihan Peregangan dan Penguatan Otot
  • Melakukan latihan peregangan dan penguatan otot punggung untuk mencegah kelemahan otot yang berlebihan akibat kifosis​.
  • Fokus pada otot-otot ekstensor tulang belakang dan core stability untuk meningkatkan keseimbangan dan mengurangi risiko jatuh​.
  • Melatih postur tubuh agar tetap tegak untuk mengurangi tekanan pada tulang belakang.
  1. Terapi Manual
  • Teknik manipulasi atau mobilisasi tulang belakang untuk meningkatkan mobilitas dan mengurangi kekakuan.
  1. Latihan Keseimbangan
  • Menggunakan metode seperti “Time Up and Go Test” untuk menilai dan meningkatkan keseimbangan lansia​.

Oleh karena itu, kifosis pada lansia bukanlah bagian alami dari penuaan, melainkan kondisi yang masih bisa dicegah dan diatasi. Menjaga kebugaran tubuh, menerapkan pola hidup sehat, serta rutin memeriksakan diri, dapat membantu lansia mempertahankan postur yang baik dan meminimalkan dampak kifosis. Jika gejala mulai mengganggu, fisioterapi dapat menjadi solusi untuk mengurangi nyeri dan membantu lansia tetap bergerak dengan nyaman. Dukungan keluarga, tenaga medis, dan lingkungan yang ramah lansia juga tak kalah penting untuk menjaga kualitas hidup. Dengan langkah yang tepat, lansia tetap bisa aktif dan menikmati masa tua tanpa dibatasi oleh kifosis.

Daftar Pustaka

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2023) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/2171/2023 tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Osteoporosis. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Prastiwi, R. I., Risty, R. W., & Lestari, S. (2020) ‘Postur kifosis menyebabkan gangguan keseimbangan statis lansia’, Jurnal Keterapian Fisik, 5(2), pp. 62–145.

Sabakodi, E. U. G., Darmawijaya, I. P., & Vitalistyawati, L. P. A. (2022) ‘Hubungan postur kifosis terhadap keseimbangan dinamis pada lanjut usia’, Journal of Innovation Research and Knowledge, 2(4), pp. 1047–1054.

Sutikno, T. R., Dharmawan, D. K. & Efendi, E., 2022. Hubungan Tingkat Beban Pekerjaan terhadap Kejadian Kifosis pada Buruh Panggul di Pasar Tradisional Tanjung Jember Periode Bulan Januari 2020. Journal of Islamic Medicine, 6(1), pp. 39 – 47.Syamsul, M. K. & Andriana, K., 2024. Mekanisme Epigenetik pada Osteoporosis Pasca Menopause. CoMPHI Journal: Community Medicine and Public Health of Indonesia Journal, 5(1), pp. 69-76.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *